Perasaan campur aduk menghampiri saat Shinkansen Sakura yang kami naiki dari Osaka berhenti di Stasiun Hiroshima. Menjejakkan kaki di Hiroshima, kota yang diluluh lantakan oleh Bom Atom yang pertama diciptakan, seakan-akan menikmati gambaran turisme ‘gelap’, menyedihkan dan kenangan peperangan besar yang pernah terjadi di bumi ini.
Dengan menggunakan trem kuno, perjalanan kami teruskan sampai ke hypocenter atau pusat bom atom ‘little boy’ dijatuhkan pada tanggal 6 Agustus 1945, pukul 08.15 pagi. Kedahsyatan bom atom dengan kekuatannya sejauh 4 kilometer tergambarkan disini. Satu-satunya bangunan yang masih berdiri, Genbaku dome atau Atomic bomb Dome, karya arsitek Cekoslavia Jan Letzel tahun 1914, yang dahulu dikenal sebagai Hiroshima Trade Promotion Hall hanya berjarak 150 meter dari hypocenter. Hiroshima sebetulnya bukan target utama, tapi karena saat itu Hiroshima berudara cerah dan target terlihat jelas, jadilah bom atom dijatuhkan untuk melumpuhkan pusat militer yang ada.
Tetapi dilain pihak, di kota ini juga terdapat pusat industri dan pendidikan. Oleh karena itu banyak korban sipil yang berjatuhan, terutama anak-anak sekolah yang baru memulai aktifitas di pagi hari. Dan saat ini, Hiroshima Bom Atom Genbaku Dome menjadi warisan UNESCO World Heritage Site sejak tahun 1996. Setelah melewati Genbaku Dome, perjalanan dilanjutkan dengan menyeberangi Sungai Motoyasu menuju Children Peace Monument.
Tetapi dilain pihak, di kota ini juga terdapat pusat industri dan pendidikan. Oleh karena itu banyak korban sipil yang berjatuhan, terutama anak-anak sekolah yang baru memulai aktifitas di pagi hari. Dan saat ini, Hiroshima Bom Atom Genbaku Dome menjadi warisan UNESCO World Heritage Site sejak tahun 1996. Setelah melewati Genbaku Dome, perjalanan dilanjutkan dengan menyeberangi Sungai Motoyasu menuju Children Peace Monument.
Sungai yang bersih dan jernih ini, sempat mendidih sampai dengan 4000 derajat Celsius saat bom dijatuhkan. Tapi sekarang kawasan sungai menjadi kawasan hijau dan asri seakan-akan tidak mau mengingat lagi masa yang lalu. Di taman yang asri ini, banyak keluarga korban bom atom yang menjadi volunteer untuk perdamaian. Dengan ramah, mereka bertanya asal kami dan kemudian memberikan foto-foto Genbaku Dome saat malam hari dan juga burung kertas lambang perdamaian.
Children Peace Monument
Monumen ini memaksa saya untuk menitikkan air mata. Monumen ini dibangun sebagai kenangan terhadap anak-anak korban radiasi, terutama untuk seorang anak yang bernama Sadako Sasaki.
Sadako baru berusia 2 tahun saat bom dijatuhkan di Hiroshima. Rumahnya berjarak 2 kilometer dari tempat bom dijatuhkan. Seluruh kerabat dan tetangga di lingkungannya tewas, tetapi Sadako tidak terluka sedikitpun. Tetapi pada saat usia 10 tahun, Sadako terkena leukemia, yang saat itu dikenal sebagai penyakit bom atom.
Menurut legenda di Jepang, jika bisa melipat origami burung kertas sebanyak 1000 buah, keinginannya akan terkabul. Karena ingin kembali bersekolah dan beraktifitas, Sadako melipat origami dalam kesakitannya, tetapi Sadako meninggal dunia ketika burung kertasnya mencapai 644. Kepergian Sadako membuat teman-temannya bersedih dan meneruskan keinginan Sadako untuk melipat burung kertas. Dan ternyata kegiatan melipat burung kertas ini mengilhami seluruh siswa sekolah di Jepang. Hampir 3100 sekolah dari 9 negara mengumpulkan dana untuk membuat Children Peace Monument untung mengenang Sadako dan keinginannya. Di dasar monument terdapat tulisan Dr. Hideki Yukawa, Pemenang Nobel Fisika dari Jepang,”This is our cry, This is our prayer, Peace in the world". Dan monumen ini menjadi pusat peringatan hari perdamaian yang jatuh setiap tanggal 6 Agustus di Jepang.