Wednesday, August 3, 2022

Perjalanan Dua Minggu Jadi Kontributor di Shutterstock

Entah kenapa tiba-tiba kepikiran buat ikut-ikutan jadi kontributor di dunia microstock photo. Setelah dijalani selama dua minggu plus ternyata banyak hal yang banyak yang perlu dipahami dan dipelajari supaya semangat ngejalaninya. Disclaimer dulu, catatan yang saya buat dibawah ini pengalaman saya (selama dua minggu) dan masih banyak hal yang belum saya pahami lebih lanjut ya. 

Ketertarikan saya pada dunia microstock karena merasa punya stock foto yang cuman diem di kartu memori tanpa saya manfaatkan lagi. Mungkin sudah saya jarang liat-liat kembali, jadi rasanya perlu di clustering supaya saya hemat space di memory card. Setelah beberapa kali menonton para kontributor di Youtube dan membaca tentang microstock, saya menjatuhkan pilihan di Shutterstock untuk sharing foto-foto saya. Selama dua minggu ini ada beberapa hal yang saya rasakan perlu dipahami, diantaranya:

1. Pahami aturan maen di microstock. 
Tak kenal maka tak sayang, memang ini kejadian buat saya. Males membaca aturan maen akhirnya kudu melangkah mundur untuk memahami bagaimana caranya bisa upload di dunia ini. Yang jadi catatan untuk saya yaitu, foto yang diupload di shutterstok minimal 4GB. Hal ini baru saya ketahui setelah saya mencoba upload foto-foto ternyata untuk saringan pertama saja sudah tidak lolos, langsung deh saya cek memori card, ternyata selama ini saya selalu motret dengan mode hemat. Apa hendak dikata....sudah pasti stok foto saya jadi mubazir karena tidak cocok spek mereka. Kedua, setelah saya berhasil mengupload dan berhasil mendapatkan pembeli.... saya agak kaget dengan fee yang didapat. Nah ternyata saya baru ngerti bahwa ada level-level di dunia ini sesuai dengan foto yang kita setorkan. semakin banyak semakin besar royaltinya. Selanjutnya pembedaan editorial dan commercial lisensi juga harus dipahami. Hal ini baru saya ketahui akhir-akhir ini. Ketauan banget nggak baca-baca tapi langsung terjun bebas disini. Ini baru dua minggu, semoga dikemudian hari saya nggak nemuin hal-hal yang bikin ngangguk-ngangguk deh.

penghasilan saya di shutterstock


2. Apa yang mereka mau?
Belajar menjual berarti belajar marketing. dan di dunia marketing itu apapun yang kita jual harus unik, kalo sama dengan yang lain berarti nggak ada nilai lebih dan nggak bakalan ada yang melirik. Selama ini saya ngerasa foto saya lumayanlah, banyak yang like di IG dan saya upload, ternyata eh ternyata ya yg motret pegunungan, kucing dan lain-lain banyak banget di shutterstok. Jadi hasil foto saya yang segitu-gitu aja kudu bertanding dengan foto yang extraordinary dan tentunya foto saya ya B aja gitu. Saat itu saya agak ngerti bahwa untuk bisa jadi pusat perhatian, kudu ada nilai lebih dari foto saya. Beberapa foto saya yang nyangkut ya karena objek yang difoto unik dan nggak banyak yang motret itu, walaupun secara estetik dan teknik masih jauh dari extraordinary. Disitulah saya sadar, kalo belum bisa bertarung secara teknis ya bertarunglah secara pemilihan objek yang berbeda. Objek yang memenuhi selera pasar dan jadi incaran para pengguna. Disini berlaku hukum, foto yang dibeli ya foto yang dibutuhkan pengguna. Jadi sebelum motret saya harus memposisikan dulu jadi buyer, objek apa yang saya butuhkan dan worth it nggak kalo saya beli.  

3. Strategi Perang: Just Do It
terkadang saya suka ngerasa hasil foto saya cukup enak dipandang terus saya upload di shutter stock dengan alasan sederhana, out of focuslah, grainylah, blurlah, pasti banyak yang merasakan sama ya. Tricky untuk bisa tembus ke saringan pertama. Akhirnya daripada saya sok nyekil, untuk sementara waktu saya memotret sesuai aturan yang shutterstock mau sambil terus belajar lagi memenuhi komen reviewer shutterstock. Sejauh ini memang hasilnya masih standar dan basic banget,  dengan tujuan hanya memenuhi saringan pertama. Tapi saya yakin seiring waktu saya bisa menghasilkan foto yang baik yang memenuhi selera shutterstock dan bernilai. Saya biasanya sok motret estetik dan pecinta f dengan angka kecil, sekarang belajar menggunakan f angka besar supaya shutterstock nggak terus-terusan komplen nggak fokus. Demi lolos saringan pertama. 

Catatan: Sepertinya terjun disini sesuai dengan kata-kata, susah iya tapi bukan nggak mungkin. Sementara ini saya berencana untuk bisa mengupload foto 50 sebulan untuk memenuhi kuota, tapi ada juga yang bilang jumlah itu kurang kalo mau menghasilkan. Selama perjalanannya saya belajar untuk membuat foto yang lumayan (belum estetik apalagi stunning). Target saya asal bisa melewati kurasi saja dulu sambil nabung foto. Masalah ada yang beli atau belum, bukan prioritas saya saat ini. Dari sini saya belajar berkali-kali dari penolakan shutterstock. Kebanyakan masalah teknik dan sepertinya memang harus dipelajari lagi. Akankah saya berhasil, saya nggak tau.... tapi kalo saya nggak nyoba ya saya akan jalan di tempat. Semoga saya diberikan ekstra kekuatan dan ketabahan menjalani dunia ini dengan konsisten. Btw, adakah kawan-kawan yang sudah berhasil di dunia microstock? mau dong share dan tipsnya, ditungggu ya.....