Kunjungan kali ini membuka mata saya bahwa menjadi tua itu bukan pilihan tetapi sudah pasti menjadi perjalanan tiap orang. Hanya saja dimana kita akan menghabiskan sisa waktu mungkin akan menjadi pilihan setiap orangnya. Saya berkesempatan mendatangi Panti Wredha, sebuah Panti Jompo yang sudah berdiri dari tahun 1950-an. Sebetulnya ini acara dadakan istri-itri karyawan di Kantor, dan saya kebagian kursi untuk ikut serta. Ide pertama sih mau mengunjungi panti asuhan, tapi ternyata sudah terlalu sering mengunjungi rumah yatim piatu. Diambillah kesempatan ke Panti Sosial Tresna Wredha di Jalan Sancang 3, Bandung. Posisinya tepat disebelah Mesjid Muhammadiyah.
Tampak luar, bangunan hanya seperti rumah biasa. Tidak menampakkan bahwa penghuninya banyak. Tapi ketika masuk ke dalam, barulah terlihat kamar-kamar seperti layaknya asrama. Panti ini hanya menampung Ibu-Ibu Senior Citizen (istilah kerennya saya). Tidak diperkenankan ada lawan jenis. Dan juga karena ini bersifat swasta bukan milik pemerintah, hanya ibu-ibu yang mempunyai alamat dan keluarga jelas yang ditampung.Katanya sih pernah pihak pemkot menitipkan ibu tua yang ditemukan di pinggir jalan. Karena beda pola kehidupan, justru ibu yang ditemukan ini malah menjadi gangguan ibu-ibu rumahan lainnya. Katanya tiap malam sering menggedor pintu sertiap kamar di panti. Jadinya Ibu-ibu rumahan lainnya terganggu dan jadi kurang tidur. Akhirnya sang ibu liar dikembalikan lagi ke pemkot untuk dirawat.
Ternyata selain penghuni rumah jompo yang sudah senior, pengurusnya juga ternyata sudah sepuh-sepuh. Ibu Ketua Panti ternyata juga sudah berusia 85 tahun. Walaupun sudah berusia lanjut, Ibu masih tetap terlihat enerjik dan masih mengerjakan administrasi ringan rumah jompo. O iya, sebelum kita berkunjung, kita berkonsultasi dengan para pengurus, kira-kira oleh-oleh apa yang akan berguna untuk ibu-ibu. Ternyata yang sangat dibutuhkan adalah teh celup, karena jatah satu orang 10 buah perminggu, gula rendah kalori, kecap, susu berkalsium tinggi, beras dan biskuit marie.
Sejarahnya, Panti ini diresmikan oleh Presiden Pertama RI, Bapak Sukarno. Beliau memberikan rumah untuk menjadi perawatan ibu-ibu lanjut usia yang tinggal sebatang kara. Nama Panti juga beliau yang memberikan. Panti dirurus oleh Yayasan dan bersifat sosial. Selain mendapat dana dari Pemkot, juga dari para donatur.
Disetiap dinding diberikan tips untuk para ibu. Yang jadi perhatian adalah, ibu-ibu ini tidak boleh jatuh karena bisa berakibat fata. Pernah, ada ibu penghuni yang telah berusia 95 tahun. Beliau bersandar ke pintu yang ternyata tidak terkunci dan jatuh terjerembab. Setelah itu sang ibu kesehatannya menurun sampai akhirnya meninggal. Jadi memang harus dijaga betul masalah jatuh ini.
Tadinya mau ada eprformance baca puisi dan paduan suara persembahan dari Ibu-ibu. Tapi sayangnya, mood ibu-ibu hari ini sedang tidak baik, jadinya performance gagal deh. Silaturahmi sih tetap berjalan dengan mengunjungi ibu-ibu yang sedang bersantai di depan kamarnya,. Dan diharapakan oleh-oleh yang kita bawa harus sama dan identik, karena sifat-ibu-ibu yang kembali seperti kanak-kanka. Beda sedikait akan menjadi runyam... persis seperti anak-anak balita yang berebutan coklat kalo berbeda akan ngambek....
Yang lucunya, setiap penghuni sepertinya sudah mengetahui kebiasaan teman-temannya. Saya menyapa seorang ibu dan menanyakan kabarnya.... eh yang jawab ternyata teman-teman si ibu. Neng, ngomongnya yang keras.... si Ibu itu mah nggak denger harus keras ngomongnya heehehehhehehe....
Kalo yang ini ruang rawat inap jika ada anggota panti yang perlu intensif perawatan sebelum ke rumah sakit. Ruang sederhana ini merupakan kegiatan kesehatan para penghuni. Ternyata mereka juga punya kartu KITAS lho... persis seperti Balita-Balita di posyandu...
Sedangkan ini merupakan tempat tidur para penghuni. Ada rasa sedih karena bangunan sepertinya perlu di perbaiki. Dindingnya ada yang sudah lapuk...
Kalo yang ini ruang prakarya. Kebanyakan para ibu menggemari ketrampilan menjahit dan merajut. Dua kegiatan ini sangat baik untuk gerakan motorik tangan. Dan hasil karya ibu-ibu juga dijual untuk uang kas mereka.
Di ruang tamu yang berfungsi juga ruang administrasi, ada Kang Asep yang mengawal seluruh kegiatan panti. Beliau menjelaskan seluruh kegiatan, dan permasalahan yang ada. Menurut beliau, sekarang banyak juga dari keluarga yang mampu yang menitipkan ibunya ke panti. Banyak yang memandang bahwa keluarga tega menitipkan anggota keluarganya ke Panti. Tapi ini menjadi suatu pilihan ketika alasan di rumah sudah tidak ada yang merawat dan takut terjadi hal-hal terjadi ketika penghuni rumah sedang beraktifitas di luar.
Nah, yang ini foto sebagian anggota panti. Melihat foto-foto ini, terbayang raut ibu saya yang sedang bermain dengan cucu-cucunya, sedang mengdengarkan keluh kesah saya. Ya Allah, semoga saya diberikan kesempatan untuk selalu dekat dengan Ibu-Bapakku di rumah... bukan di tempat ini......